Senin, 16 April 2018

Suprapto Hadir Sebagai Saksi dalam Sidang Yusafni

Suprapto Hadir Sebagai Saksi dalam Sidang Yusafni

Padang --- Mantan Kepala Dinas Prasarana Jalan Tataruang dan Pemukiman (Prasjal Tarkim) Provinsi Sumbar Suprapto hadir sebagai saksi dalam kasus
korupsi Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Fiktif senilai Rp 62,5 miliar yang menjerat mantan kuasa pengguna Anggaran (KPA) di Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan  Pemukiman (Prasjaltarkim) Provinsi Sumbar, Yusafni.

Dalam kesaksiannya kemarin (16/4) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Padang. Suprapto yang dihadirkan Jaksa Penunut Umum (JPU) itu memberikan keterangan terkait proses pengadaan tanah, pembebeasan lahan dan ganti rugi bangunan serta tanaman untuk mengadaan pembangunan jalan di By Pass Padang, Fly Over Duku dan pembebasan tanah di Jalan Samudra.

"Ya, saya mengetahui adanya kegiatan pengadaan tanah pada paket-paket tersebut," sebut Suprapto dalam menjawab pertanyaan JPU.

Lebih lanjut dikatakannya, ketika masa ia masih menjabat sebagai Kepala Dinas, proyek pembebasan lahan dan bangunan tersebut merupakan pekerjaan lama dari Kadis sebelum ia menjabat.

Suprapto mengungkapkan bahwa untuk pembebasan lahan dan bangunan untuk pembangunan jalan tersebut termasuk kedalam proyek nasional yang dianggarkan dari APBN.

"Perencanaannya ini adalah proyek nasional dan dianggarkan dari APBN, sehingga tanggung jawabnya bukan kewenangan provinsi. Namun saya sempat menolak jika pembebasan lahan tersebut dilakukan dengan dana APBD, dalam rakor bersama Gubernur, Sekda dan pejabat lainnya, saya tidak tahu apa dasarnya sehingga kewengannya dialihkan kepada provinsi melalui APBD," ungkap Suprapto.

Sebagai bawahan Gubernur, Suprapto hanya mengikuti keputusan dalam rakor tersebut untuk pengalihan status adari APBN ke APBD 

"Saya sudah sampaikan dalam rapat bersama Gubernur, tapi proyek ini tetap saja dilaksanakan, penolakan saya tidak digubris , sehingga disepakati pembangunan tersebut melalui APBD perubahan tahun 2012 itu, dan saya baru mengetahui masuk ke dalam DIPA kami (Prasjaltarkim) dari APBD perubahan tersebut," ungkap Suprapto yang saat ini tengah menjalani proses hukumnya di Lapas Suka Miskin Bandung terkait kasus suap anggota DPR-RI tahun 2017 lalu.

Diakuinya, terkait peralihan tersebut semestinya harus ada izin dari Kementerian Keuangan namun dalam prktek peralihan dari APBN ke APBD tersebut Kementerian tidak pernah menerbitkan izin.

Dalam upaya pembebasan itu, Suprapto menjelaskan, untuk pembebasan lahan tersebut dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan tanah dari Kabupaten dan Kota.Harusnya melihat proyeknya di tingkat provinsi.

"Di provinsi dibentuk tim percepatan pengadaan tanah yang diketuai oleh Syafrizal Ucok (Kadis PMD Prov Sumbar saat ini) sesuai SK yang diterbitkan Gubernur, dasarnya saya tidak tahu, setahu saya tidak ada aturan itu, karena potensial ada duplikasi kewenangan di sana," cetusnya.

Diakuinya, dalam hal pembebabasan tersebut, Tim percepatan kontak langsung dengan terdakwa  Yusafni selaku Kuasa Penguna Anggaran (KPA) dan merangkap jabatan sebagai Pejabat Pengguna Teknis Kegiatan (PPTK) terkait pembebasan yang akan dilakukan. "Koordinasi tidak dengan saya (selaku Kadis Prasjal tarkim)," imbuhnya.

Sebagai Kadis kala itu, dalam pelaksanaan proyek tersebut diakui Suprapto, tidak mengetahui ada pemalsuan dalam evaluasi yang dilakukan dalam bentuk laporan ketika rapat Evaluasi dan Rakor bersama Dinas PU.

"Tidak sampai membicarakan kebenaran soal pembayaran. Hanya menerima laporan seperti apa progresnya kegiatan tersebut,. Saya juga mendapatkan data nominatif satuan ganti rugi dari Yusafni," beber Suprapto.

Terkait besaran ganti rugi dari data nominatif penerima. Suprato tidak mengetahui pasti karena hal itu dilakukan Panitia Percepatan

"Saya tidak tahu apakah pernah diverifikasi atau belum. pernah saya bertanya, apakah sudah benar prosesnya, dijawab ppk dan pptk itu sudah benar. Soalnya yang saya takutkan salah bayar dan ukuran ganti rugi berubah," ujarnya.

Suprapto juga mengungkapkan selaku Kadis Prasjal Tarkim, ia juga pernah memprotes terkait tanda tangan Surat Perintah membayar (SPM) karena tidak ada fungsinya dalam pencairan tersebut. Karena Dana pencairan berada di KPA.

Pada tahun angaran 2014, ia juga sempat melakukan protes kepada Pemprov bahwa terkait SPM melanggar aturan Kemendagri.
"Yang masuk ke saya hanya lembar spm saja, saya juga memerintahkan kepada KPA dan panitia, 14 hari setelah penandtangan SPM tersebut harus dilakukan pembongkaran bangunan dan biaya ganti lahan," terang Suprapto.

Terkait  pembesan lahan itu, Suprapto mengetahui masih ada beberapa kawasan yang belum selesai pembebasannya.

"Belum selesai semuanya, Bypass belum seluruhnya, jalan samudra belum tuntas masalh tanahnya," ujarnya.


Sementara terkait pembukaan rekening di Bank Mandiri pada tahun 2012 oleh Yusafni kondisi tersebut terjadi karena pada akhir 2012 anggran akan ditutup sehingga dibuka rekening di bank lain agar dana dapat di cairkan.

"Rekening dinas harusnya giro bank nagari, Bisa bank lain asal bank pemerintah. Saya menerima surat permintaan membuka rekening di mandiri, alasannya karena mendesak hal itulah yang di sampaikan Yusafni bersama Yohanes dengan dua panitia. Menyatakan pembayaran ini ganti rugi akan terlambat sampai Januari 2013," ujarnya.

Tidak hanya itu, Suprapto juga mengungkapkan bahwa ia tidak pernah melakukan monitoring terhadap pembayaran secara keseluruhan, dan hanya mengetahui di beberapa lokasi saja."Yusafni juga tidak melaporkan ia sebagian yang belum dibayarkan," katanya.

Hingga ahirnya pada tahun 2016  ia tidak mengetahui lagi terkait perkembanan proyek tersebut karena terjerat kasus suat anggota DPR-RI tahun 2016.

"Dari tahun 2012-2015 saya tidak pernah mendapatkan laporan apa-apa dari inspektorat termasuk halnya temuan BPK soal kwitansi fiktif," ucapnya kepada JPU dari Kejaksaan Negeri Padang Munandar Cs.

Suprapto juga menegaskan dan bersumpah di hadapan Majelis Hakim yang diketuai oleh Irwan Munir serta hakim anggota Emria dan Very Desmarera bahwa ia tidak pernah menerima aliran dan sedikitpun dari kasus tersebut.

"Saya bersumpah tidak pernah menerima apapun, dan saya bersedia menjadi kafir kalau saya berbohong dalam kesaksian ini," tegas Suprapto.

Tidak hanya itu, diakui Suprapto, Yusafni pernah menemuinya dan mengatakan bahwa Yusafni diminta membantu untuk biaya Peilihan Gubernur tahun 2015 oleh sesorang.

"Saya katakan kepadanya (Yusafni) jangan pernah terlibat politik praktis karena status sebagai PNS, saya sangat emosi sehingga tidak menanyakan siapa yang memintanya seperti itu, dan sempat dikatakan Yusafni saya dijanjikan menjadi Kadis Di Padang Pariaman oleh Muslim Kasim (Mantan Wakil Gubernur kala itu)," terang Suprapto.

Tidak hanya itu, Suprapto mengakui ia telah menerima mobil Hyundai Tucson dari Yusafni. Mobil tersebut dipergunakan untuk operasional Kasatker Pemeilharan jalan Nasional.

"Yusafni di samping PPTK juga kasatker pemeliharaan jalan nasional. Saat itu ada paket, saya sedang berunding pengadaan mobil dengan kabid. Datang Yusafni ia sebut bisa pakai APBN untuk pengadaan mobil tersebut, saya terima mobil itu dan memang menggunakan pakai plat hitam karena pengadaannya dilakukan pihak ketiga, jika sudah selesi maka mobil tersebut akan berplat merah. Saya yang menguasai mobil itu karena pembelian negara. Sekarang mobil ditahan di Jakarta," terang dalam menjawab pertanyaan JPU.

Sementara Bob Hasan selaku Penasihat Hukum (PH) terdakwa Yusafni mempertanyakan alasan penolakannya pengalihan proyek Nasional itu dari APBN menjadi APBD.

"Saya tidak tahu prosesnya, cuma tetap saja menjadi APBD,  karena saya menganggap Sumbar bukan provinsi kaya kenapa mesti dialihkan ke APBD, namun saya tidak digubris," cetus Suprapto.

Terkait keterangan yang di sampikan Mantan Kadis Prasjal tarkim Sumbar itu, Yusafni tidak memberikan bantahan apapun.

Setelah mendengarkan keterangan dan tidak ada pertanyaan dari JPU dan PH terhadap Suprapto, Majelis Hakim menunda persidangan pada Jumat (20/4) dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dan Saksi A de Chargh (saksi merikankan) yang akan dihadirkan PH terdakwa Yusafni.

"Kami akan mengundang Gubernur, Walikota Padang, Walikota Padang Pariaman, Syafrizal Ucok, dan ahli dalam persidangan berikutnya," ucap Bob Hasan kepada hakim ketua Irwan Munir.

Sementara itu dari Pantauan Padang Ekspres, selama persidangan yang berjalan alot hingga jelang tengah malam itu turut dihadiri staf Suprapto dari Dinas Prasjal tarkim Sumbar memadati ruang persidangan.

Setelah sidang usai, satu persatu staf tersebut mendatangi dan menyalami Suprapto yang akan kembali ke Bandung untuk kembali mendekam Lapas Suka Miskin Bandung dengan pengawalan Kepolisian dari Mabes Polri.


Sebagaimana diinformasikan sebelumnya, JPU dalam pembacaan dakwaan, Terdakwa Yusafni, selaku KPA (Kuasa Pengguna Anggara) tahun 2012, dan selaku PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) tahun 2013 hingga 2016, pada dinas PU/PR Sumbar, bersama-sama dengan Saksi Suprapto sekalu kepala dinas dalan dugaan SPJ Fiktif.

Dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa dalam kegiatan pengadaan tanah berupa ganti Rugi tanah/ bangunan/ tanaman kepada masyarakat. Ganti rugi  tersebut dilakukan untuk pembangunan Infrastruktur Strategis pada Dinas prasjaltarkim Sumbar tahun 2012 hingga 2016.

Perbuatan terdakwa telah mengakibatkan kerugian negara berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan Negara karena berupaya menguntungkan diri sendiri dan orang lain sebesar Rp. 62,5 milyar.

Menurutnya, perbuatan terdakwa Yudafni sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo psal 64 KUHP.

Lebih lanjut, Yusafni juga didakwakan terkait dugaan pencucian uang dengan cara menyalurkan serta mentransfer keberbagai nomor rekening lainya. (cr17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yusafni Didapati Keluar Rutan Tanpa Pengawalan

Yusafni Didapati Keluar Rutan Tanpa Pengawalan Klarifikasi : Kakanwil Kemenkum dan Ham Sumbar, Dwi Prasetyo Santoso (Tengah) di dampin...