Yusafni Didapati Keluar Rutan Tanpa Pengawalan
Klarifikasi : Kakanwil Kemenkum dan Ham Sumbar, Dwi Prasetyo Santoso (Tengah) di dampingi Kadiv Lapas, Sunar Agus (kanan) dan Karutan Anakair Padang, Enjat Lukmanul Hakim (kiri) meberikan keterangan terkait keluarnya Yusafni, terpidana kasus Korupsi SpJ Fiktif di Dinas Prasjal Tarkim Sumbar, kemarin (10/7) di Kantor Kanwil Kemenkum Ham Sumbar Jalan S.Parman Ulakkarang Padang.
Padang --- Yusafni, narapida kasus korupsi Surat Perjalanan (SPJ) Fiktif di Dinas Prasana Jalan, Tataruang dan Pemukiman (Prasjal Tarkim) Provinsi Sumatera Barat yang telah divonis 9 tahun kurungan penjara jelang lebaran kemarin dan dititpkan di Rutan Klas IIB Anakaia Padang, didapati tengah pelisiran di luar daerah.
Keberadaan Yusafni di luar Rutan Anak Aia Kota Padang diketahui dari foto warga yang diduga mirip denga narapina korupsi tersebut. dalam foto terlihat Yusafni yang identik dengan peci yang dikenakannya, memakai baju kaos merah dan bercelana hitam sembari memasukkan tangan kirinya ke dalam saku celana. Ia melangkah menuju salah satu rumah. Sementara dipekarangan rumah itu didapati sejumlah motor dan mobil.
Atas peristiwa dan info yang berdar luas itu, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum Ham) tidak menapik dan membenarkan bahwa yang ada dalam foto tersebut adalah Yusafni.
Menurutnya, dari hasil introgasinya kepada petugas lapas dan mencari kebenaran kepada Yusafni, bahwa Yusafni diberikan izin untuk pergi berobat ke Bukittinggi karena menderita sesak nafas dan jantung koroner yang dialaminya. Namun izin yang diberikan Yusafni tersebut tanpa sepengetahuan dari Kepala Rutan dan dirinya.
"Benar yang ada dalam foto tersebut (Yusafni)," aku Dwi Prasetyo Santoso, Kakanwil Kemenkum Ham Sumbar saat ditemui Padang Ekspres di kantornya di jalan S. Parman Ulakkarang Padang, Selasa (10/7).
Diakui Dwi, semula ia tidak tahu atas informasi keluarnya Yusafni untuk pergi berobat ke Bukittinggi. Namun setelah diperlihat foto yang diberikan awak media kepada Kakanwil dan pihaknya mengkonfirmasi kepada Yusafni bahwa benar ia pergi berobat ke Bukittinggi dan diberikan izin oleh petugas penjagaan.
"Saya memang tidak tahu, lagi pula kondisi tersebut juga bertepan dengan keberadaan saya dan juga Karutan yang berada di luar daerah. Saya mendapatkan info dan mencari keberanannya kepada yang bersangkutan, awalnya ia memang mengelak. Namun kami perlihatkan foto, ia (Yusafni) membenarkan. Dan tentu kami menginvestigasi petugas yang memberikan izin ke luar ketika itu," terang Dwi.
Didampingi Kadiv Lapas, Sunar Agus dan Karutan Anakaia, Enjat Lukmanul Hakim, Kakanwil tersebut menjelaskan berdasarkan informasi yang dihimpun pihaknya di Rutan, bahwa Yusafni diberikan izin pergi berobat pada Jumat (6/7) untuk melakukan terapi jarum melalui pengobatan alternatif yang ada di Bukittinggi.
Petugas penjagaan yang ada kala itu, tidak mengantongi izin dari Karutan maupun darinya sebagai kakanwil. "Memang boleh saja pergi berobat dan diizinkan keluar sesuai SOP yang ada. Petugas kami tidak mau mengambil resiko, khawatir pada kondisi kesehatan yang terjadi terhadap Yusafni dan meberikan izin, dengan jamin keluarganya." tuturny.
Introgasi yang dilakukan terhadap petugas jaga yang memberikan izin, ditegaskan Dwi Prasetyo tidak ada ditemukannya suap terhadap petugas tersebut dan murni semata karena faktor kemanusian.
"Petugas jaga mengambil keputusan karena tidak ingin ada kejadian fatal akibat penyakit yang diderita olehnya (Yusafni). Kalau seandainya di meninggal di Rutan tentu ini akan sangat berbahaya, sehingga petugas mengambil keputusan seperti itu. Dan kami tegaskan saat ini Yusafni ada ditahanan dan sudah kembali sesuai waktu yang diizinkan ketika itu," tutunya.
Diakuinya, sejak pihaknya menerima limpahan kasus Yusafni untuk ditahan di Rutan Anakair Padang. Diakatakan Dwi, bahwa Yusafni memiliki rekam medis yang tidak bagus (kondisi Sakit) dan semenjak ditahan di Rutan itu, Yusafni sudah mengalami perawatan sebanyak empat kali di Rumah Sakit.
Sementara itu, ketiadaan pengawalan yang diberikan terhadap Yusafni untuk melakukan pengobatan. Disebutkan Kakanwil, dikarenakan pihak keluarga mau bertanggungjawab penuh atas keselamatan. "Keluarga sudah komitmen untuk kembalikan ke Rutan dalam waktu yang tepat," sebutnya.
Atas kelalaian pihaknya (petugas penjagaan). Diungkapkan Kakanwil akan diberikan sangsi yang tegas atas kelalian yang dilakukan.
"Tentu, sangsi akan kami berikan, dan tentu ini akan kami dalami lebih lanjut, karena ini domaian kami, kalau benar ini kesengajaan dan adanya unsur lainnya dari petugas kami maka sangsi berat akan siap menanti, dan sekali lagi kami tegaskan ini tidak ada unsur politis maupun pemberian uang yang diberikan kepada petugas," tuturnya.
Menanggapi atas izin keluarnya Yusafni dari Rutan, terpisah, Bob Hasan selaku Penasihat Hukum Yusafni menyebutkan bahwa kliennya tersebut keluar dari Rutan bukan secara kesengajaan. Namun murni dari kondisi sakit yang dideritanya.
"Lembaga permasyarakatan merupakan sebuah penempatan sanksi/hukuman bagi terpidana. Namun, hak asasinya sebagai manusia masih tetap diperolehnya, apalagi diberikan kesempatan untuk berobat," sebutnya saat dihubungi Padang Ekspres.
Oleh sebab itu ia mengajak semua pihak untuk melihat persoalan tersebut secara jernih. Apalagi keluarnya tersebut atas dasar pengobatan untuk penyakit yang diderita Yusafni.
"Ini adalah haknya Yusafni walaupun seorang Narapidana. Dan memang Yusafni suda ada riwayat jantung sebelumnya. Bahkan ketika menjalani persidangan ia juga sempat di rawat di RS siti Rahmah sehingga sidangnya sempat tertunda," ucap Bob Hasan.
Sementara itu, Erianto selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus korupsi yang menjerat Yusafni menjelaskan, saat ini Yusafni belum dilakukan eksekusi terhadap perkara yang menimpa Yusafni dan sudah memilki kekuatan hukum atas vonis pengadilan.
"Eksekusi belum dilakukan atas hukumannya, Status Yusafni masih Napi titipan di Rutan Anak Air," sebut Erianto, JPU dari Kejaksaan Agung kepada Padang Ekspres.
Meski demikian, ditegaskan Erianto, dalam hal keamanan dan pengamanan Yusafni hingga eksekusi dilakukan merupakan tanggungjawab pihak keamanan di tempat ia dititipkan.
"Ya, termasuk halnya peesoalan izin, semuanya itu tanggungjawab Rutan sebagai tempat titipan Yusafni. Kalaupun diberikan izin untuk keluar mesti dengan alasan yang kuat dan sesuai SOP," tutur jaksa uang awak itu.
Sementara itu, menanggapi menanggapi bahwa keluarnya Yusafni untuk izin berobat tanpa pengawalan dari petugas Rutan, Erianto belum mengetahui hal tersebut.
"Biasanya Napi yang meninggalkan rutan itu harus ada penjagaan, tidak dibiarkan tanpa adanya pengawalan. Dan saya juga baru mengetahui kejadian ini. Setahu saya itu harus ada pengawalan dari petugas Rutan, meski ada jaminan dari pihak keluarga. Saya fikir tenyang izin keluar rutan itu sama semuanya," ungkap Erianto.
Terkait belum eksekusi terhadap vonis hukuman Yusafni, pihaknya sebagai Jaksa akan mengupayakan untuk menjalankan putusan dalam waktu dekat.
"Hingga saat ini, Yusafni tidak melakukan upaya hukum lagi, jadi sudah bisa dieksekusi, dan kami akan melakukannya dalam waktu dekat," tuturnya.
Sementara itu, perkumpulan Integritas sangat menyayangkan adanya dugaan Yusafni, terpidana kasus korupsi SPJ fiktif, bebas keluar masuk Lapas Anak Air Padang.
"Kejadian ini semakin menciderai rasa keadilan publik Sumatera Barat apalagi Mabes Polri beberapa waktu lalu menyatakan tidak memperioritaskan penuntasan keterlibatan pihak lain dalam kasus SPj fiktif," ucap koordinator Integritas Padang, Bhakti UBH dan Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Unand, Arief Paderi kepada Padang Ekspres.
Menurutnya, jika foto yang beredar luas itu adalah Yusafni, maka Kementerian Hukum & HAM harus segera melakukan evaluasi terhadap pengelolaan warga binaan terutama para napi kasus korupsi di Lapas Anak Air Padang.
"Jangan sampai hal ini menjadi cerminan pengelolaan lapas terutama terhadap napi kasus korupsi di Sumatera Barat. Kementerian Hukum dan HAM harus memberi sanksi tegas orang-orang yang terlibat, bila perlu pecat" sebutnya.
Pihaknya berkeyakinan, dengan kejadian ini, publik semakin yakin bahwa Yusafni tidak sekedar 'orang biasa' yang melakukan korupsi hingga merugikan kerugian negara Rp 52, 3 M.
"Apa yang terjadi, membuktikan Ia punya pengaruh, hingga bisa "mengatur" pihak Lapas dan bebas keluar masuk di Lapas," terang Arief.
Tidak hanya itu, kalau memang Yusafni minta izin keluar dengan alasan sakit. Menurut Arief, semestinya harus disertai izin dari Jaksa yang mengani perkara tersebut. Hal itu dikarenakan saat ini status Yusafni saat ini masih dalam status Narapidana titipan.
"karena ini belum inkracht, berarti Yusafni masih titipan. Tentu untuk izin keluar rutan dengan alasan tertentu mesti disertai izin dari Jaksa ataupu Hakim pengadilan," sebutnya.
Begitu juga halnya dengan pengawalan, meski terpidana sudah dijamin pihak keluarga untuk alasan keluar Rutan karena sakit maka sudah semestinya disertai dengan pengawalan dari petugas.
"Bisa aaja alasannya keluar karena sakit, dan tenru tetap harus ada pengawalan. Tidak dibiarkan begitu saja walau yang bersangkutan tetap kembali ke Rutan. Sama halnya dengan Gayus dahulu, alasannya sama. Keluar dengan alasan sakit, dan tidak ada pengawalan. Dan tentunya masyarakat akan berfikir itu hanya kedoknya saja," tutur Arif.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Yusafni merupakan terpidana terdakwa kasus korupsi Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Fiktif di dinas Prasarana Jalan, Tataruang dan Pemukiman (Prasjal Tarkim) Provinsi Sumbar diputuskan bersalah dan divonis kurungan selama 9 tahun penjara oleh Majelis Hakin Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Padang pada Senin (28/5) lalu.
Tidak hanya vonis pidana, Yusafni juga diwajibkan membayar denda Rp1 miliar subsider 8 bulan kurungan karena terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan korupsi
Tidak hanya itu, majelis hakim juga menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 62. 506.191. 351 milar dan subsider 3 tahun penjara.
"Terdakwa Yusafni telah melanggar pasal 2 ayat (1) UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi," imbuhnya Majelis Hakim yang diketua Irwan Munir, dan hakim anggota Emria dan Very Desmarera kala membacakan vonis hukuman di Pengadilan Tipikor. (cr17)